-->

Jalan Berliku Andik Purwo Widagdo Membesarkan Teba Express


Sukses itu hak setiap orang, meski tidak setiap orang mampu meraihnya. Dan mereka yang berhasil menggapai sukses, biasanya tidak terjadi secara instan, melainkan harus melalui berbagai batu ujian yang tidak mudah. Ketika rintangan demi rintangan itu bisa dilalui, maka sukses itu sudah di depan mata.

Perumpamaan ini sepertinya tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup Andik Purwo Widagdo.

Perjalanan Teba Express
Salah satu armada Teba Express (via Tebaexpress.com)

Kecintaannya terhadap dunia logistik membuatnya mampu bertahan dari kegagalan menjalankan bisnisnya. Gagal berkali-kali tidak membuatnya menyerah. Ia mampu belajar dari kegagalannya dan bangkit menggapai sukses di bidang jasa pengiriman. Dari seorang sopir taksi dia mampu banting stir menjadi pengusaha logistik dengan bendera Teba Express.

Berikut kisah sukses Andik Purwo Widagdo menjadi juragan bisnis logistik di Jawa Timur, sebagaimana dilansir dari Kontan.co.id.

Bagi seorang Andik Purwo Widagdo, bisnis logistik sesungguhnya bukan hal yang baru. Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), pria kelahiran Magetan, 31 Januari 1970 silam, ini akrab dengan dunia logistik.

Sang ayahlah yang memperkenalkan dunia logistik ke Andik. Orangtuanya memiliki truk untuk angkut barang keliling Jawa Timur dan Andik kecil sering diajak serta.

Karena sudah mendarah daging sejak kecil, setelah menamatkan kuliah dari fakultas ekonomi di salah satu universitas di Surabaya pada 1995, dengan bendera UD Telaga, ia langsung meneruskan usaha logistik sang ayah. Sebelum berbisnis logistik, ayahnya adalah seorang polisi tapi pensiun dini di usia 48 tahun.

Ditangan Andik, UD Telaga menjelma jadi PT Telaga Baru Transindo (TebaExpress). Saban bulan, Andik yang punya sekitar 100 karyawan bisa meraih omzet sebesar Rp 600 juta.




Padahal, sejatinya UD Telaga ini pernah bangkrut pada tahun 2004. Penyebabnya, pembayaran dari perusahaan yang selama ini menjadi mitra mereka macet gara-gara bisnis lesu.

Lantaran masih punya utang ke bank senilai ratusan juta, terpaksa Andik menjual truk-truk miliknya, termasuk aset-aset pribadi.

"Benar-benar habis semua," ujar anak pertama dari empat saudara ini.

Demi menghidupi anak dan istrinya, Andik pun bekerja menjadi sopir taksi di Surabaya. Namun, dia tak mau jauh-jauh dari dunia logistik.

Selama 8 bulan jadi sopir taksi, ia kemudian bekerja di 21 Express cabang Surabaya. Perusahaan jasa pengiriman barang dan dokumen ini berpusat di Jakarta.

"Ini, kan, perusahaan tidak terlalu besar dan saya banyak dapat ilmu dari bos saya di 21 Express," imbuhnya.

Setelah 2 tahun lebih bergabung di 21 Express, Andik pindah kerja ke First Logistics. Perusahaan yang baru berdiri pada 2007 dan langsung membuka cabang di Surabaya ini memberi kepercayaan kepada Andik sebagai agen. Tugasnya mengelola wilayah Jawa Timur (Jatim).

Meski statusnya agen, Andik tetap harus menyediakan semua infrastruktur First Logistics di Jatim. Manajemen dan bisnis pun dia yang menjalankan. Termasuk menanggung seluruh biaya dan risiko.

"Jadi sebetulnya, ini milik saya semua. Tapi, saya tagih ke First Logistics untuk semacam komisi," ungkapnya.

Andik memulai semua dari nol. Ia hanya mengandalkan sepeda motor untuk mengantar barang dan dokumen. Ia juga merangkap jadi kurir, walau memiliki tiga karyawan yang semua adalah teman sendiri.

Maklum, First Logistics merupakan perusahaan anyar, jadi kebutuhannya belum banyak. Lagian untuk bisnis jasa pengiriman sebetulnya tak perlu modal banyak, cukup motor buat antar saja. Sebab, modal utama yang paling penting adalah kepercayaan, jelas Andik.

Hanya, ia tak sembarangan merekrut karyawan. Itu sebabnya, yang diangkat jadi karyawan adalah orang-orang yang dikenal.

Pasalnya, perusahaan jasa ekspedisi betul-betul butuh kepercayaan. Pelanggan menitipkan barang untuk diantar dengan selamat dan cepat sampai tujuan.

"Ini suatu amanah luarbiasa yang harus dijaga. Tantangan luar biasa untuk menjaga kepercayaan itu memuaskan kalau akhirnya kami bisa amanah," tegasnya.

Ganti konsep bisnis Dari B2B Jadi C2C Dan B2C


Andik Purwo Widagdo, pendiri Teba Express
Andik Purwo Widagdo, jalan berliku membangun Teba Express (via Kontan.co.id)

Baca Juga:



Di tangan Andik, bisnis First Logistics pun berkembang di Jatim. Tapi, ia akhirnya memilih melepas nama First Logistics yang mulai besar, demi membangun kembali UD Telaga yang sudah lama mati.

Meski sejatinya semua infrastruktur First Logistics miliknya, tetap saja merek usaha itu kepunyaan orang lain.

Selain itu, "Saya juga sudah dikader oleh bapak saya untuk wirausaha," kata Andik, yang sejak dulu dilarang ayahnya bekerja sebagai karyawan.

Alhasil, pada 2012, Andik mendirikan TebaExpress. Teba merupakan singkatan dari Telaga Baru. Sesuai filosofi telaga yang airnya menghidupi banyak orang, ia berharap, begitu juga dengan TebaExpress.

Nama Telaga juga berasal dari salah satu objek wisata populer di Kabupaten magetan, tanah kelahiran Andik, yakni Telaga Sarangan. Danau ini berada di kaki Gunung Lawu, di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Tambah lagi, Andik memegang prinsip dalam menjalankan usahanya: memberdayakan orang-orang sekitar.

"Artinya, di TebaExpress cabang Jember, misalnya, ya, yang kerja orang-orang Jember, benar-benar orang lokal, para putera daerah setempat," tegas dia.

Dan, Andik bersyukur, First Logistics menerima dengan lapang dada keputusannya untuk mengakhiri kongsi.

"Bahkan, mereka mendukung langkahnya merintis kembali bisnis logistik. Malah, First Logistics menjadi mitra kami," ujarnya.

Cuma, tak mau mengulangi kesalahan yang sama dan belajar dari pengalaman bekerja di 21 Express dan First Logistics, Andik mengubah konsep bisnis TebaExpress. Dari business to business (B2B) jadi customer to customer (C2C) dan business to customer (B2C).

Soalnya, berkaca dari UD Telaga, tantangan utama B2B, begitu bisnis perusahaan mitra lesu bahkan atau gulung tikar, maka TebaExpress bisa kena imbasnya.

"Dengan konsep C2C, dalam satu truk ada banyak barang milik banyak orang, barang kecil-kecil kami kumpulkan jadi satu truk," jelas Andik.

Jadi, TebaExpress bermain di ranah ritel dan tidak bergantung pada satu sektor saja. Misalnya, hanya pakaian atau tekstil saja. Dan, kelebihan lain dari ritel adalah konsumen langsung bayar.

"Beda dengan B2B, perusahaan perlu bikin invoice dulu dan pencairan uangnya tidak saat itu juga. Jadi, harus nombok dulu," sebut dia.

Lantaran skema bisnis ini menarget konsumen akhir (end consumer), Andik harus pintar-pintar menghadapi pelanggan. Apalagi, ia sering kali menjawab sendiri telepon yang masuk dari pelanggan.

Tetapi, dengan metode ini, Andik jadi tahu betul kondisi timnya.

"Walau saya sedang di luar, saya tetap bisa memantau dari lapangan," ucapnya.

Merambah ke luar Jatim




Dari awalnya hanya di Surabaya, saat ini TebaExpress punya 14 cabang di Jawa Timur. Tahun 2013, Andik ke luar Jatim, dengan masuk ke Bali kemudian Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

Tahun lalu, ia merambah ke Jakarta yang merupakan pusat bisnis.

"Jadi, kami ambil barang dan distribusikan di Jawa Timur, kami semacam subkontraktor," kata Andik, yang kini punya armada lebih dari 40 unit termasuk motor. Untuk armada di luar Jatim, ia menyewa dari pihak lain.

Andik juga membuka gerai di Pasar Tanah Abang dan ITC Roxy Mas. Sebab, ada permintaan untuk mengirim produk garmen dan aksesori telepon seluler (HP) ke toko-toko penjual di Jatim.

"Ini salah satu peran kami sebagai subkontraktor. Jadi, kami aktif menjemput bola," tambah dia.

Menurut Andik, ada beberapa faktor keunggulan yang membuat TebaExpress cepat besar dan jadi salah satu pemain utama ekspedisi di Jawa Timur.

Pertama, kecepatan dalam pengiriman barang dan dokumen. Setiap hari, dia menuturkan, semua barang dan dokumen dari berbagai kota di luar Jatim, begitu sampai di Surabaya langsung didistribusikan ke kota-kota tujuan di Jatim.

Kalau perusahaan ekspedisi lain butuh lebih dari tiga hari, maka TebaExpress cukup dua hari saja. Contoh, pengiriman dari Jakarta ke Sumenep dan Banyuwangi hanya dua hari.

"Kalau dari kota lain malam ini sampai di Surabaya, malam itu juga kami bongkar dan langsung distribusikan ke seluruh Jawa Timur," ujar Andik.

Kedua, tarif yang sangat murah. Ambil contoh, biaya pengiriman dari Jakarta ke Surabaya atau seluruh kota di Jatim hanya Rp 4.000 per kilogram (kg). Sementara perusahaan ekspedisi lain mencapai Rp 16.000 per kg.

Lalu, biaya pengiriman dalam kota Surabaya cuma Rp 2.500 per kg. Begitu juga dengan biaya pengiriman ke sesama kota di Jatim, hanya Rp 2.500 per kg, tapi butuh dua hari barang sampai ke tujuan.

Selain ekspedisi, Andik masuk ke bisnis pergudangan. Gudangnya di daerah Sidoarjo, ia menawarkan layanan manajemen dengan dukungan angkutan darat serta jasa angkutan udara dan laut.

Ia juga berencana mengubah tampilan website TebaExpress agar lebih komunikatif. Termasuk memperbarui sistem pelacakan alias tracking pengiriman barang di situs itu.

Begitulah kisah perjuangan seorang Andik meraih impiannya. Kisah Andik membuktikan, jalan sukses itu berliku. Hanya orang yang memang berjiwa pejuang dan tak gampang menyerah yang akhirnya menjadi pemenang. Seorang sopir taksi yang mampu mengubah hidupnya menjadi bos logistik Teba Express di Jawa Timur.

Labels: Figur, Teba Express

Thanks for reading Jalan Berliku Andik Purwo Widagdo Membesarkan Teba Express. Please share this article.

Share:

0 Komentar untuk "Jalan Berliku Andik Purwo Widagdo Membesarkan Teba Express"

- Komentar diluar topik tidak akan ditampilkan.
- Komentar dengan identitas akan lebih dihargai.