Salah satu jasa pengiriman yang aktif mengembangkan jaringan
adalah Lion Parcel. Yang unik, strategi yang dijalankan agak berbeda dengan
perusahaan sejenis. Lion Parcel yang merupakan bagian dari Lion Air Group (LAG)
ini mengembangkan bisnis kurir dengan mengoptimalkan konsep value chain.
Seperti diketahui bisnis LAG umumnya bersifat airline-centric seperti ground handling services, perawatan dan perbaikan pesawat (Batam Aero Technic), katering (PT Lion Boga), termasuk Lion Air yang merupakan perusahaan penerbangan yang saat ini mengoperasikan lebih dari 300 pesawat.
Melihat potensi bisnis e-commerce yang besar, LAG pun
tertarik masuk ke bisnis kurir. Disini LAG memanfaatkan asset banyak pesawat
yang sudah dimiliki untuk membangun perusahaan logistik. Hal ini berbeda dengan
pemain kurir besar seperti FedEx dan DHL, yang membeli pesawat belakangan
setelah bisnis kurirnya moncer.
Namun di luar itu, ada alasan strategis lain. Pada bisnis
logistik/kurir, kargo adalah salah satu komponen biaya terbesar, yang mencapai 35-40%.
“LAG memiliki space kargo sendiri, memanfaatkan ruang yang
tidak terpakai di dalam bagasi pesawat. Tidak perlu tambahan cost lagi. Bagasi
pesawat yang belum terisi penuh bisa digunakan untuk barang dari Lion Parcel,”
jelas Farian Kirana, CEO Lion Parcel, seperti dikutip dari Swa.co.id
(30/9/2018).
Meski tak terkait langsung dengan bisnis penerbangan, bisnis
kurir ini sangat dekat dengan rantai nilai LAG karena mengandalkan jaringan,
operasional armada pesawat, dan frekuensi penerbangan yang tinggi. Dengan pesawat sendiri, otomatis biaya pengiriman lewat udara Lion Parcel lebih murah.
Dalam mengembangkan keagenannya, Lion Parcel pun
memanfaatkan kekuatan jaringan yang sudah ada dari perusahaan lain.
Jika perusahaan jasa pengiriman lain umumnya menawarkan
kerjasama kemitraan perorangan secara langsung kepada masyarakat, Lion Parcel cenderung
mengajak perusahaan lain yang sudah memiliki banyak jaringan menjadi mitranya.
Dengan cara ini, Lion Parcel tidak terlalu repot merintis
jaringan keagenan dari bawah dan melakukan verifikasi satu per satu calon
agennya yang selain membutuhkan waktu dan tenaga, jugabiaya yang tidak kecil. Tapi
cukup melakukan MOU dengan beberapa perusahaan yang bisnisnya memungkinkan
mitranya membuka outlet fisik, yang nantinya ikut menjadi agen Lion Parcel.
Diawal berdirinya Lion Parcel, yang saat itu masih
menggunakan nama Lion Express, kerjasama keagenan sudah dirintis dengan MMBC,
sebuah perusahaan ticketing yang memiliki ribuan agen yang tersebar di berbagai
kota di Indonesia.
Setelah itu kerjasama dengan Fastpay, sebuah perusahaan PPOB
pada Agustus 2017, Dengan kerjasama tersebut, maka semua agen Fastpay
berkesempatan menjadi agen pengiriman Lion Parcel.
Tak berhenti disini, pada Mei 2018, Lion Parcel menggandeng2 bank BUMN, BRI dan BNI, yang memiliki program mitra binaan BUMDes (BUMN Desa)
di seluruh Indonesia. Tujuannya memberdayakan BUMDes menjadi bagian jaringan
nasional point of Sales Lion Parcel.
Selanjutnya, dengan prinsip sharing economy, Lion Parcel juga merangkul PT Pos Indonesia bersinergi
untuk mendapatkan jaringan pengiriman Pos, dimana outlet Lion Parcel tidak ada.
Dengan begitu, Lion Parcel dapat memanfaatkan daerah yang
belum terlayani dengan melakukan
pengiriman yang diteruskan (Penerusan Kiriman) oleh Pos Indonesia dari kantor
tujuan awal ke kantor penerusan kiriman.
Sebaliknya PT Pos akan memperoleh alokasi ruang kargo dan
tarif angkutan udara dengan menggunakan layanan udara niaga berjadwal Lion Air
Group yang melayani penerbangan dari Sabang hingga Merauke, dari Talaud sampai
ke Pulau Rote.
Selain itu, Lion Parcel juga bekerjasama dengan Kerjasama
dengan LogiNext, perusahaan optimasi logistik untuk meningkatkan efisiensi jasa
pengiriman.
Melihat penetrasi jaringan yang sudah dibangun, Lion Parcel
memang tumbuh cepat. Nyaris di semua kota yang memiliki bandar udara, pasti ada
konsolidatornya (perwakilan).
“Hingga kini kami mempunyai 4.000 agen drop off yang
tersebar di Indonesia. Jaringan kami bisa mencapai daerah pelosok karena
kemitraan yang kami jalin,” Farian menjelaskan.
Lion Parcel memang sangat mengandalkan pengiriman ritel
melalui agen drop off dan pengiriman dari daerah-daerah. Sebab itu, jumlah
armada motornya pun lebih banyak dibanding mobil karena para mitranya memiliki
armada motor.
“Jaringan Lion Parcel dapat tumbuh secara cepat karena kami
menggunakan asset-light model di mana kami tidak memiliki cabang agen dan kurir
sendiri, namun menjalin kemitraan dengan orang lain sebagai konsolidator.
Partnership model ini menggunakan mekanisme revenue sharing,” kata Farian.
Dalam pola kerjasama ini, pihak LAG memodali para mitra berupa
sistem, standar operasional prosedur (SOP) dan atribut Lion Parcel agar bisa
menjalankan usaha kurir.
Bahkan. sejak Maret 2018 Lion Parcel juga mempunyai layanan
kurir virtual. Kalangan individu bisa mendaftar menjadi mitra kurir yang
bertugas mengantar barang di area/domisili masing-masing.
Yang jelas, dengan model bisnis kemitraan ini, skalabilitas
Lion Parcel meningkat lebih cepat dibanding menggunakan aset sendiri, selain
lebih hemat biaya investasi tentunya.
Farian tak menampik persaingan bisnis kurir sudah sangat
ketat. Untuk itu, pihaknya menawarkan keunggulan (value proposition) dalam hal
kecepatan pengantaran barang.
“Kami memiliki armada pesawat sendiri dengan rute-rute
penerbangan jarak jauh dengan frekuensi tinggi sehingga barang bisa sampai
tujuan dalam waktu 1-2 hari saja dengan harga yang setara dengan pengiriman di
Jabodetabek menggunakan ojek online. Dengan harga yang ekonomis, kami bisa
kirim dengan cepat ke daerah-daerah terpencil,” Farian menandaskan.
Menurutnya, saat ini industri e-commerce masih terpusat di
Jawa tetapi nantinya apabila menginginkan e-commerce mewakili 5% dari seluruh
transaksi ritel di Indonesia, Indonesia harus menyasar wilayah Indonesia Timur
agar transaksi lebih merata. Dan, Lion Parcel bisa mengambil peran tersebut.
Memang akhirnya setiap perusahaan kurir akan fokus pada
kekuatan masing-masing meski dalam praktiknya juga terjadi irisan-irisan.
Go-Jek dengan layanan Go-Send, misalnya, akan mengambil pasar city courier.
Sementara Lion Parcel mengarah pada pengiriman yang cepat untuk jarak jauh.
Lion Parcel mengandalkan jaringan antaran melalui sinergi
dengan berbagai pihak. Untuk Indonesia, pengiriman parcel ini mengikuti rute
Lion Air, Batik Air, dan Wings Air yang menjangkau daerah pelosok
(kotamadya/kabupaten). Pada jaringan internasional, juga diperkuat rute
penerbangan Malindo Air berbasis di Malaysia dan Thai Lion Air di Bangkok,
Thailand.
Diakui Farian, Lion Parcel merupakan unit bisnis yang
pertumbuhannya tercepat di LAG dengan pertumbuhan dari bulan ke bulan mencapai
digit ganda. Kontribusi pengiriman terbanyak datang dari Jakarta dan Batam.
Meski demikian, hingga kini mereka terus berusaha belajar dan mengembangkan
diri.
“Tugas perusahaan logistik adalah memenuhi permintaan-permintaan
dari pasar yang sebelumnya tidak ada. Contohnya, ada perusahaan e-commerce yang
menawarkan layanan ‘coba terlebih dahulu baru kemudian dibayar’. Hal-hal
seperti ini membutuhkan treatment tersendiri. Kalau hal tersebut tidak
dilakukan, nanti bisa diambil oleh kompetitor. Industri e-commerce ini relatif
baru sehingga banyak hal masih trial and error. Kami perlu terus mendengarkan
apa yang dibutuhkan pasar,” papar Farian.
Selain itu, pihaknya juga terus melakukan tracking dan
analisis terhadap kinerja para kurirnya dan memberikan insentif lebih besar
kepada mitra kurir yang kinerjanya baik. (swa.co.id)
Loading...
Labels: Bisnis Kurir, Lion Parcel
Thanks for reading Strategi Lion Parcel Mengembangkan Bisnis Kurir Dengan Konsep Value Chain. Please share this article.
0 Komentar untuk "Strategi Lion Parcel Mengembangkan Bisnis Kurir Dengan Konsep Value Chain"
- Komentar diluar topik tidak akan ditampilkan.
- Komentar dengan identitas akan lebih dihargai.